Search

Páginas

Posisi Pendidikan Indonesia saat ini

(sumber: Koran Kompas)
Mengetahui posisi Indonesia di dunia mungkin tidak harus membandingkannya dengan negara-negara yang secara geografis letaknya jauh seperti Eropa, Amerika, Asia. Cukup dengan melihat posisinya di antara sesama negara Asia Tenggara. Hasil indeks pembangunan pendidikan terakhir ternyata menunjukkan adanya pergeseran posisi Indonesia dan Malaysia. Jika pada tahun- tahun sebelumnya peringkat Indonesia selalu berada di atas Malaysia, kali ini terjadi perbedaan hasil. Dalam laporan yang dipublikasikan November lalu itu, posisi Malaysia melonjak enam tingkat dari peringkat 62 menjadi 56.

Sebaliknya, peringkat Indonesia turun dari posisi 58 menjadi 62. Nilai total EDI yang diperoleh Indonesia juga turun 0,003 poin, dari 0,938 menjadi 0,935. Sementara itu, Malaysia berhasil meraih total nilai 0,945, atau naik 0,011 poin dari tahun sebelumnya. Dalam penghitungan kali ini, Malaysia berhasil menaikkan poin pada tiga komponen penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender. Adapun kategori angka bertahan kelas 5 SD memperoleh nilai sama dengan tahun sebelumnya. Indonesia hanya berhasil menaikkan poin pada angka bertahan kelas 5 SD sebesar 0,004 poin. Adapun pada kategori lain, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender, poinnya justru turun sebesar 0,007 poin. Sedangkan angka melek huruf berhasil mempertahankan skor yang sama dengan tahun sebelumnya. Sistem penilaian EDI juga membagi tiga kategori skor, yaitu kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 ke atas), sedang (0,800 sampai di bawah 0,950), dan rendah (di bawah 0,800). Pada pembagian ini tercatat enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. Sementara Brunei Darussalam yang baru tahun ini masuk dalam penilaian berada di kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan tinggi.

Negara Asia Tenggara lain, yaitu Laos, hingga saat ini masih termasuk dalam kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan rendah. Khusus untuk Singapura dan Thailand tidak tercatat dalam penilaian sehingga tidak dapat dibandingkan. Satu hal yang patut dicatat, tahun ini Malaysia berhasil meraih poin 0,945, atau hanya butuh 0,005 poin lagi untuk masuk ke kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi. Sedangkan Indonesia sedikitnya membutuhkan 0,015 poin lagi untuk masuk dalam kategori EDI tinggi. Itu pun jika tahun depan tidak lagi terjadi penurunan seperti tahun ini. Jika mengamati perolehan total skor indeks pendidikan selama empat tahun, yaitu antara tahun 2001 dan 2005, terlihat hanya Myanmar dan Kamboja yang menunjukkan peningkatan setiap tahun. Bahkan, pada tahun 2005 terjadi lompatan posisi Kamboja dengan berhasil masuk ke kelompok EDI medium (sedang) dari tahun-tahun sebelumnya di kelompok negara ber-EDI rendah. Seperti juga Malaysia, pada tahun tersebut hampir semua nilai komponen dalam indeks pendidikan Kamboja meningkat. Hanya angka melek huruf yang stagnan, sama dengan tahun sebelumnya.

Kenaikan poin setiap tahun sebenarnya terjadi juga pada Malaysia, khususnya periode 2002-2005. Untuk tahun 2001, Malaysia belum tercatat dalam pengukuran indeks pembangunan pendidikan dunia. Mengenai posisi Indonesia di EFA kali ini, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, penurunan peringkat pencapaian EFA di UNESCO itu tidak perlu dibesar-besarkan. Pasalnya, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sudah mulai diakui negara lain. “Media massa jangan mencari yang jelek-jelek saja dalam pencapaian reformasi pendidikan di Indonesia. Secara kualitas, pendidikan Indonesia sudah mengalami lompatan yang luar biasa. Meskipun masih masuk kategori yang perekonomiannya menengah, Indonesia memberanikan diri mengikuti program penilaian PISA atau Programme for International Assessement. Setidaknya Indonesia berani ikut penilaian dengan 30 negara industri maju,” kata Bambang.

Untuk menindaklanjuti hasil evaluasi UNESCO terhadap pencapaian EFA 2015, tanggal 11-13 Desember lalu diadakan pertemuan evaluasi pertengahan pencapaian EFA. Pertemuan dihadiri pemimpin negara, lembaga donor, dan lembaga internasional lainnya. Evaluasi ini menolong negara yang berkomitmen mewujudkan pencapaian EFA sehingga masing-masing negara menjadi tahu bagaimana posisinya dalam pencapaian pendidikan dasar, yang umumnya masih jauh dari target EFA 2015. Kelemahan pencapaian umumnya terlihat di pencapaian pendidikan dasar dan pendanaan. Dalam peningkatan kualitas pendidikan, ada tiga kebijakan yang ditekankan. Pertama, negara-negara harus mengembangkan kebijakan untuk melatih dan merekrut sebanyak-banyaknya guru SD dengan memerhatikan perkembangan karier mereka. Kedua, melakukan pendekatan komprehensif dengan berfokus pada kurikulum, pedagogi, persamaan jender, bahasa pengantar, buku teks, dan fasilitas yang layak. Ketiga, adanya kebijakan untuk menyiapkan anak-anak siap belajar, caranya dengan meningkatkan partisipasi pendidikan anak usia dini serta akses kesehatan dan gizi di sekolah. (Sumber : www.kompas.com)
Quote this article in website Favourit Print Related articles

(Permasalahan Pendidikan di Indonesia)
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, tidak terhindarkan dipengaruhi oleh segala dinamika yang terjadi secara internasional. Dalam rangka mengimbangi dinamika global tersebut, menjaga eksistensi, apalagi untuk memenangkan persaingan dalam tingkat global, maka daya saing nasional yang tinggi mutlak diperlukan. Faktor utama daya saing yang sangat penting adalah SDM (Sumber Daya Manusia). Fakta yang ada, misalnya mengacu pada Human Development Report 2003 yang diterbitkan PPB, terlihat bahwa Indonesia ditempatkan pada peringkat di bawah negara-negara seperti Malaysia, Philipina, Thailand, dan bahkan Vietnam. Peringkat SDM Indonesia sedikit di atas negara seperti Kamboja. Kemudian kalau kita lihat dalam konteks nasional, baik dalam pembangunan bidang ekonomi, teknologi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, serta infra dan suprastruktur negara, maka masih terasakan bahwa kita kekurangan SDM yang handal. Mengamati fenomena kekerasan di dalam masyarakat (baik yang dilakukan oleh pelajar, masyarakat, maupun aparat pemerintah sipil dan militer), praktek KKN baik dalam lembaga masyarakat, politik, maupun pemerintahan, fenomena pembodohan masyarakat dan pornografi baik dalam media cetak, iklan, maupun media elektronik, serta permasalahan narkoba dan banyaknya anggota masyarakat yang terjangkit HIV (AIDS), maka diyakini bahwa masyarakat kita masih perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas pendidikannya. Artinya tingkat pendidikan masyarakat kita masih jauh dari kemapanan.

Untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang besar itu, sudah barang tentu pemerintah menghadapi berbagai kendalam keterbatasan sumber daya, baik supra struktur, infrastruktur maupun pendanaan. Ditambah lagi dengan era desentralisasi dan otonomi daerah yang pelaksanaannya belum mantab, maka pola kerja pusat dan daerah dalam hal pendidikan masih harus ditingkatkan. Karenanya dalam era yang lebih menekankan desentralisasi, maka peran dan dukungan masyarakat menjadi sangat penting dan sentral. Untuk itulah konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat digulirkan pemerintah.

 http://kabidsekmen.blogspot.com/2009/02/bagaimana-posisi-pendidikan-indonesia.html

0 komentar:

Posting Komentar

Masukkan komentar anda di sini!

SHARE